Sabtu, 10 Januari 2015

budaya jawa dalam proses globalisasi


Fradita Ajeng Dayuwati
14214364
1EA13
Pendahuluan

indonesia adalah bangsa yang memiliki berbagai macam suku bangsa. Masing - masing suku bangsa memiliki keanekaragaman budaya tersendiri. Di Indonesia juga banyak peninggalan-peninggalan budaya yang beranekaragam baik dalam wujud sesuatu yang kompleks seperti aktivitas manusia, tradisi maupun sebagai wujud benda, dan semua itu perlu dilestarikan, dijaga dan dimanfaatkan. Namun seiring berkembangnya zaman dan masuknya dunia kebudayaan dalam era globalisasi telah membawa perubahan yang sangat signifikan dan perubahan tersebut dapat menuju arah yang positif maupun kearah negatif, semua perubahan tersebut harus diwaspadai apabila perubahan menuju kearah yang negatif, nilai-nilai budaya Indonesia saat ini telah terkontaminasi dengan budaya barat sehingga hal ini sangat berdampak pada pola kehidupan manusia, misalnya tatacara berpakaian, sopan santun, pergaulan yang bebas, makanan dan minuman terlarang dan yang paling disayangkan adalah mulai lunturnya kepedulian terhadap kebudayaan daerah yang merupakan sesuatu yang turun temurun seperti adat istiadat, tari-tarian tradisional, lagu-lagu tradisional dll. Kepedulian dan kesadaran masyarakat telah menurun dan cenderung tidak peduli terhadap budaya tradisional, upaya untuk melestarikan dan menjaga kebudayaan telah menurun sehingga banyak beberapa kebudayaan yang mulai tersingkir dan bahkan ada beberapa kebudayaan yang sudah punah. Hal ini dikarenakan kurang dihargainya dan kurang diperhatikannya kebudayaan daerah tersebut. Kebudayaan dalam masyarakat selalu mengalami perubahan dan perubahan tersebut terjadi ketika suatu kebudayaan melakukan kontak atau hubungan dengan kebudayaan asing. Dampak globalisasi terhadap perubahan pola kehidupan masyarakat Indonesia sangatlah besar, terutama pada kebudayaan daerah yang mengalami perubahan dan tentunya perubahan kebudayaan yang terjadi saat ini tidak lepas dari peran masyarakat.


Pembahasan

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi ( budi atau akal ) diartikan sebagai hal - hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Budaya adalah suatu kebiasaan atau rutinitas. Budaya juga dapat diartikan sebagai cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.

Pengertian Globalisasi merupakan proses penyebaran unsur-unsur baru khususnya yang menyangkut informasi secara mendunia melalui elektronik maupun media cetak. Globalisasi terbentuk oleh adanya kemajuan di bidang komunikasi dunia. Globalisasi didefinisikan sebagai hilangnya batas ruang dan waktu akibat kemajuan teknologi informasi.
Pengaruh Globalisasi Terhadap Budaya Jawa
Suku Jawa merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Suku jawa yang berada di daerah pulau Jawa merupakan suku yang memiliki berbagai kebudayaan, mulai dari adat istiadat sehari-hari, kesenian, acara ritual, dan lain-lain. Pada era globalisasi saat ini, eksistensi atau keberadaan kesenian budaya jawa berada pada titik yang rendah dan mengalami berbagai tantangan dan tekanan-tekanan baik dari pengaruh luar maupun dari dalam. Perubahan budaya yang terjadi di dalam masyarakat tradisional, yakni perubahan dari masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka merupakan salah satu dampak dari adanya globalisasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan sarana transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa. Peristiwa seperti itu mau tidak mau akan berpengaruh terhadap keberadaan kesenian dan tradisi kita. Padahal tradisi dan kesenian tradisional kita merupakan bagian dari khasanah kebudayaan nasional yang perlu dijaga kelestariannya. Dengan datangnya perubahan sosial yang hadir sebagai akibat proses industrialisasi dan sistem ekonomi pasar, dan globalisasi informasi, maka kesenian kita pun mulai bergeser ke arah kesenian yang berdimensi komersial. Kesenian-kesenian yang bersifat ritual mulai tersingkir dan kehilangan fungsinya. Sekalipun demikian, bukan berarti semua kesenian tradisional kita lenyap begitu saja. Ada berbagai kesenian yang masih menunjukkan eksistensinya, bahkan secara kreatif terus berkembang tanpa harus tertindas proses modernisasi. Pesatnya laju teknologi informasi atau teknologi komunikasi telah menjadi sarana difusi budaya yang ampuh, sekaligus juga alternatif pilihan hiburan yang lebih beragam bagi masyarakat luas. Akibatnya masyarakat tidak tertarik lagi menikmati berbagai seni pertunjukan tradisional yang sebelumnya akrab dengan kehidupan mereka. Bisa jadi fenomena demikian tidak hanya dialami oleh kesenian Jawa tradisional, melainkan juga dalam berbagai ekspresi kesenian tradisional di berbagai tempat di Indonesia. Sekalipun demikian bukan berarti semua kesenian tradisional mati begitu saja dengan merebaknya globalisasi. Di sisi lain, ada beberapa seni pertunjukan yang tetap eksis tetapi telah mengalami perubahan fungsi. Ada pula kesenian yang mampu beradaptasi dan mentransformasikan diri dengan teknologi komunikasi yang telah menyatu dengan kehidupan masyarakat.
Beberapa kesenian dan tradisi yang masih terpelihara oleh masyarakat Jawa

kesenian Batik
Batik telah lama hadir di Nusantara sejak dulu kala. Disadari atau tidak, tradisi ini telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam setiap denyut kehidupan manusia Indonesia. Sejak lahir kalau ada yang berasal dari Jawa sudah dikainkan oleh batik, juga selama hidup dan berkarya, hingga meninggalkan alam dunia yang fana.Batik adalah sebuah tradisi melukis di atas kain asli Indonesia. Kain-kain yang digambar dengan aneka motif unik dan khas itu kemudian dikreasikan dalam berbagai rupa dan fungsi,serta digunakan oleh masyarakat. Motif yang muncul pada kain tersebut dibuat dengan cara dilukis dengan menggunakan canting dengan teknik pewarnaan yang menggunakan bahan alami. Keberadaan batik di Indonesia memiliki kisah yang panjang. Tradisi batik diperkirakan muncul di Nusantara, khususnya Jawa, pada masa kerajaan Majapahit atau abad ke-12. Hal itu ditandai dengan ditemukannya arca Prajnaparamita (Dewi Kebijaksanaan) di Jawa Timur abad ke-13. Pada arca tersebut digambarkan bahwa Sang Dewi mengenakan kain yang dihiasi dengan motif sulur tumbuhan dan bunga, motif yang masih dijumpai hingga sekarang.
Tradisi malam 1 suro
pergantian tahun baru Jawa yang jatuh tiap malam 1 Suro (1 Muharram) yang disambut dengan berbagai ritual sebagai bentuk introspeksi diri. Saat malam 1 Suro tiba, masyarakat Jawa umumnya melakukan ritual tirakatan, lek-lekan (tidak tidur semalam suntuk), dan tuguran (perenungan diri sambil berdoa). Bahkan sebagian orang memilih menyepi untuk bersemedi di tempat sakaral seperti puncak gunung, tepi laut, pohon besar, atau di makam keramat. Ritual 1 Suro telah dikenal masyarakat Jawa sejak masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645 Masehi). Saat itu masyarakat Jawa masih mengikuti sistem penanggalan Tahun Saka yang diwarisi dari tradisi Hindu. Sementara itu umat Islam pada masa Sultan Agung menggunakan sistem kalender Hijriah. Sebagai upaya memperluas ajaran Islam di tanah Jawa, kemudian Sultan Agung memadukan antara tradisi Jawa dan Islam dengan menetapkan 1 Muharram sebagai tahun baru Jawa. Bagi masyarakat Jawa, bulan Suro sebagai awal tahun Jawa juga dianggap sebagai bulan yang sakral atau suci, bulan yang tepat untuk melakukan renungan, tafakur, dan introspeksi untuk mendekatkan dengan Yang Maha Kuasa. Cara yang biasa digunakan masyarakat Jawa untuk berinstrospeksi adalah dengan lelaku, yaitu mengendalikan hawa nafsu.
Tradisi Nyadran
tradisi nyadran sudah dilakukan secara turun temurun. Biasanya dilangsungkan pada bulan sebelum Ramadhan. Tradisi ini, katanya, juga sebagai ungkapan syukur atas berkah yang diberikan oleh Tuhan YME. Menurut sejarah, Nyadran atau Sadranan berasal dari kata Sodrun yang artinya gila/tidak waras. Pada masa sebelum datangnya Walisongo, masyarakat di Pulau Jawa banyak yang masih menyembah pohon, batu bahkan binatang, dan itu dianggap tidak waras. Ketika itu mereka menyembah sambil membawa sesaji berupa makanan dan membaca matra-mantra. Kemudian datang para Walisongo yang meluruskan bahwa ajaran mereka salah, yang wajib disembah hanya Allah SWT. Mantra-mantra yang baca lantas diganti dengan doa-doa menurut ajaran Islam. Sedangkan sesaji diganti berupa makanan yang bisa dimakan oleh masyarakat. Bisa dikatakan Nyadran merupakan dakwah Islam Walisongo tanpa meninggalkan budaya lokal, di dalam Islam sendiri tidak ada tuntunannya, hanya tradisi yang sebaiknya dijadikan ajang instropeksi diri dan silaturahmi.
Beberapa kesenian dan tradisi yang mulai tersingkir akibat globalisasi
》Tradisi Upacara Pernikahan Jawa
Upacara pernikahan dalam adat Jawa memiliki banyak keragaman. Selain dengan tata cara Yogyakarta dan Solo yang paling terkenal, di Banyumas, Jawa Tengah, ada satu tradisi dalam pesta pernikahan yang hampir punah yaitu Begalan. Dalam arti Banyumasan, Begalan adalah seni tutur tradisional yang digunakan sebagai sarana upacara pernikahan. Sementara dalam bahasa Indonesia, istilah begalan berarti perampokan. Sehingga, dalam penggambaran ceritanya, begalan merupakan upaya untuk merampas barang bawaan milik calon pengantin laki-laki. Dalam adat Jawa, calon pengantin laki-laki memang diharuskan membawa barang bawaan berupa peralatan rumah tangga yang disebut 'gawan'. Gawan inilah yang dirampas oleh perampok dalam perjalanan.
Tradisi yang digelar sebelum acara pokok penanaman pengantin ini dimulai dengan berjalannya calon pengantin laki-laki ke rumah calon pengantin perempuan. Di tengah jalan, dihadang oleh begal atau rampok dan meminta seluruh barang bawaannya. Tetapi, sang pembawa barang tidak bersedia karena barang-barang itu akan digunakan untuk modal hidup rumah tangga baru. Sang pembawa menjelaskan kepada perampok barang-barang apa saja yang dibawa. Sambil diselingi humor Banyumasan, sang pembawa menjelaskan juga makna yang terkandung dalam tiap barang bawaan. Misalnya gayung diartikan agar sang calon istri bisa menampung dan berhemat atau kipas yang berarti alat untuk menciptakan suasana sejuk dalam rumah tangga yaitu kesabaran. Usai menjelaskan kepada perampok, sang pembawa kemudian memukul kendi berisi uang recehan hingga pecah. Uang dan barang bawaan yang itu akhirnya menjadi rebutan pengunjung. Mereka meyakini, kalau barang hasil rebutan itu bisa mendatangkan berkah bagi yang mendapatkannya. Menurut seniman Banyumasan Klowor Hari Suwito, saat ini, tidak semua upacara pernikahan memunculkan tradisi Begalan. Padahal tradisi ini memiliki sisi positif yaitu makna yang terkandung di dalamnya.

》Tradisi Mitoni dan Tedhak Siten
Mitoni dan Tedhak Siten, kata Hudoko merupakan salah satu budaya Jawa peninggalan leluhur yang selalu dilakukan oleh masyarakat. Namun seiring berkembangnya zaman kedua tradisi upacara adat ini sudah mulai ditinggalkan, bahkan masyarakat jarang melakukan upacara itu untuk kehidupan sehari-hari. Tedhak Siten berasal dari dua kata Jawa yakni Tedhak yang bermakna menampakkan kaki. Kemudian Siten dari asal kata siti yang berarti tanah atau bumi. Sehingga Tedhak Siten ini memiliki arti ritual Jawa bagi anak yang belum pernah menampakkan kakinya di tanah. "Upacara adat ini dilakukan dengan membimbing anak menapaki jadah 7 warna kemudian dibimbing untuk menaiki tangga yang terbuat dari tebu wulung dan berdiri di atas pasir." Selanjutnya, anak dimasukkan ke kurungan (sangkar), di mana sangkar itu di dalamnya sudah terdapat bermacam- macam barang (tiruan) dari alat-alat tulis, alat musik, alat kedokteran dan lainnya. Kemudian anak mengambil salah satu barang yang telah disediakan. "Harapannya adalah barang yang diambil anak ini sebagai wujud gambaran apa yang diminati anak di kemudian hari. dan semua itu juga tak lepas dari doa dan restu kedua orangtuanya," ucapnya. Dalam upacara ini ada tujuh uborampe (perlengkapan) yang harus disediakan. Yakni jadah, tangga tebu wulung, menginjak tanah, jenang blowok, mandi dengan air setaman, kurungan (sangkar) beserta isinya, dan udik-udik. "Kegiatan ini merupakan salah satu wujud pelestarian kebudayaan Jawa.

》Tradisi wiwitan
Tradisi yang sudah mulai langka dilakukan oleh Masyarakat jawa ini, disebut tradisi wiwitan atau dalam bahasa Indonesianya berarti memulai. Tradisi ini dilakukan sebagai awal dimulainya panen raya tanaman padi. Ritual wiwitan sendiri dimulai dengan menyiapkan berbagai sesaji, berupa makanan tradisional ke areal perswahan. Dipimpin oleh seorang tokoh adat setempat, para petani kemudian berdoa dengan khusuk untuk memulai tradisi wiwitan. Dalam tradisi ini, tanaman padi yang sudah layak dipanen kemudian dipotong untuk selanjutnya disimpan, dan sebagian untuk dijadikan benih pada masa tanam yang akan datang. Tradisi wiwitan merupakan wujud ungkapkan syukur kepada Sang Pencipta, yang telah memberikan hasil tanam yang melimpah. Untuk memeriahkan tradisi, warga Kampung Puluhan juga menggelar kesenian gejog lesung, dengan tembang-tembang Jawa yang berisi tentang kemakmuran para petani. Setelah ritual wiwitan selesai, aneka sesaji yang terdiri dari berbagi makanan tradisional ini dibagikan kepada warga yang datang untuk dimakan secara bersama-sama. Disamping sebagi wujud syukur, tradisi wiwitan ini digelar sebagai bentuk untuk melestarikan ritual budaya yang hampir
punah di kalangan petani Jawa.

》Kesenian Kentrung
Kesenian kentrung merupakan seni bertutur lisan dengan iringan rebana tanpa kecak. Dalam tradisi klasik, dalang kentrung memainkan tiga rebana sembari menuturkan kisah- kisah sejarah atau syiar Islam. Di Kudus, kentrung menggunakan media wayang golek dan secara kontemporer dipadukan dengan sinden, rebab, dan kendang. Selama ini, kedua dalang tersebut kesulitan mencari penerusnya. Maskuri mengaku kesulitan menyiapkan generasi dalang kentrung. Sejauh ini, yang dapat dilakukan agar kentrung tetap bertahan adalah memadukan antara kesenian kentrung dan sinden, kendang, dan rebab. Kesenian kentrung sudah mulai punah karena kesenian ini sulit untuk dipelajari. Kentrung sulit dipelajari karena penyampaian  ceritanya sudah mempunyai pakem atau patokan khusus. Selain itu, cerita yang dituturkan menggunakan perpaduan bahasa Jawa Madya, Sansekerta, dan Arab. Jika menggunakan media wayang golek, dalang harus bisa beraneka ragam suara.

》kesenian Wayang krucil dan thebgul
Wayang krucil dan thengul bahan bakunya dari kayu yang dibuat mirip boneka. Besarnya hampir sama dengan wayang kulit. Tetapi, wayang ini berbeda dalam penyampaian isi dan pesannya. Jika wayang kulit lebih menceriterakan soal sejarah Ramayana dan Mahabharata. Sedangkan wayang krucil dan thengul, diambil dari legenda rakyat yang biasanya mengangkat cerita dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Misalnya, di Kerajaan Majapahit, Mataram hingga kerajaan Demak. Wayang ini, biasanya dimainkan jika ada pelbagai acara. Seperti acara sunatan, sedekah desa, ruwatan, atau memeriahkan hari - hari besar di Jawa. Namun kesenian wayang krucil dan thebgul mulai punah karena sudah tidak ada lagi pengerajin yang membuat dan memainkan kesenian ini.

》Kesenian ketoprak
Ketoprak atau jenis pertunjukan kesenian drama tradisional Jawa adalah salah satu kesenian khas Indonesia yang mudah ditemui di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pertunjukan ketoprak merupakan jenis pertunjukan lakon yang menampilkan banyak adegan lucu yang mengundang gelak tawa. Kesenian ini merupakan jenis kesenian dimana dalam pementasannya tidak terikat pakem - pakem yang tidak boleh dirubah, sehingga para lakon bisa dengan mudah berekspresi sesuai kemampuan mereka. Ketoprak merupakan salah satu kesenian yang memasyarakat bagi masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hampir semua lapisan masyarakat bisa menikmati pertunjukan ini dengan mudah karena hampir setiap acara di beberapa daerah selalu menampilkan pertunjukan Ketoprak. Namun kini seiring cepatnya arus modernisasi, kesenian tradisional itu semakin ditinggalkan, khususnya kaum muda masa kini. Bahkan setiap kali ditemui, para pemeran pertunjukannya adalah golongan generasi angkatan 70 an yang sudah tidak berusia muda. Banyak pertunjukan lain yang lebih menarik menurut mereka, sehingga tidak ada rasa kecintaan dan apresiasi pada kebudayaan dan kesenian tradisional.

Kesimpulan

Suku jawa yang berada di daerah pulau Jawa merupakan suku yang memiliki berbagai kebudayaan, mulai dari adat istiadat sehari-hari, kesenian, acara ritual, dan lain-lain. Semua itu membuktikan bahwa suku jawa merupakan suku yang kaya akan budaya daerah. Namun pengaruh globalisasi telah membuat beberapa kebudayaan jawa mengalami perubahan dan bahkan ada beberapa kebudayaan yang sudah tersingkir akibat tidak adanya generasi penerus dari kebudayaan tersebut. kebudayaan jawa selalu mengalami perubahan dalam setiap saat dan perubahan ini tidak lepas dari peran masyarakat yang memegang kebudyaan tersebut. Sealin itu adanya perubahan juga karena masuknya unsur-unsur budaya luar akibat dari globalisasi. Globalisasi sangat besar efeknya terhadap perkembangan kebudayaan, baik kebudayaan yang bersifat individu, kelompok dan masyarakat. Hal yang harus segera dilaksanakan adalah membenahi kebudayaan jawa, mempertebal ketahanan diri dari tawaran-tawaran yang tidak bermoral,karena bagaimanapun juga kita tidak bisa menghindari perkembangan zaman oleh karena itu kita justru dituntut untuk berperan terhadap perubahan yang akan terjadi, kemana suatu kebudayaan tersebut akan dibawa, bagaiman kebudayaan akan dibenahi dan dijaga.

Daftar pustaka