Fradita Ajeng Dayuwati
14214364
1EA13
1EA13
Pendahuluan
indonesia adalah bangsa yang memiliki
berbagai macam suku bangsa. Masing - masing suku bangsa memiliki keanekaragaman
budaya tersendiri. Di Indonesia juga banyak peninggalan-peninggalan budaya yang
beranekaragam baik dalam wujud sesuatu yang kompleks seperti aktivitas manusia,
tradisi maupun sebagai wujud benda, dan semua itu perlu dilestarikan, dijaga dan
dimanfaatkan. Namun seiring berkembangnya zaman dan masuknya dunia kebudayaan dalam
era globalisasi telah membawa perubahan yang sangat signifikan dan perubahan tersebut
dapat menuju arah yang positif maupun kearah negatif, semua perubahan tersebut harus
diwaspadai apabila perubahan menuju kearah yang negatif, nilai-nilai budaya Indonesia
saat ini telah terkontaminasi dengan budaya barat sehingga hal ini sangat berdampak
pada pola kehidupan manusia, misalnya tatacara berpakaian, sopan santun, pergaulan
yang bebas, makanan dan minuman terlarang dan yang paling disayangkan adalah mulai
lunturnya kepedulian terhadap kebudayaan daerah yang merupakan sesuatu yang turun
temurun seperti adat istiadat, tari-tarian tradisional, lagu-lagu tradisional dll.
Kepedulian dan kesadaran masyarakat telah menurun dan cenderung tidak peduli terhadap
budaya tradisional, upaya untuk melestarikan dan menjaga kebudayaan telah menurun
sehingga banyak beberapa kebudayaan yang mulai tersingkir dan bahkan ada beberapa
kebudayaan yang sudah punah. Hal ini dikarenakan kurang dihargainya dan kurang diperhatikannya
kebudayaan daerah tersebut. Kebudayaan dalam masyarakat selalu mengalami perubahan
dan perubahan tersebut terjadi ketika suatu kebudayaan melakukan kontak atau hubungan
dengan kebudayaan asing. Dampak globalisasi terhadap perubahan pola kehidupan masyarakat
Indonesia sangatlah besar, terutama pada kebudayaan daerah yang mengalami perubahan
dan tentunya perubahan kebudayaan yang terjadi saat ini tidak lepas dari peran masyarakat.
Pembahasan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sanskerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi ( budi atau akal ) diartikan sebagai hal - hal
yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Budaya adalah suatu kebiasaan atau rutinitas. Budaya juga dapat diartikan
sebagai cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang
dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Pengertian
Globalisasi merupakan proses penyebaran unsur-unsur baru khususnya yang menyangkut
informasi secara mendunia melalui elektronik maupun media cetak. Globalisasi terbentuk
oleh adanya kemajuan di bidang komunikasi dunia. Globalisasi didefinisikan sebagai
hilangnya batas ruang dan waktu akibat kemajuan teknologi informasi.
Pengaruh Globalisasi Terhadap
Budaya Jawa
Suku
Jawa merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah,
Jawa Timur, dan Yogyakarta. Suku jawa yang berada di daerah pulau Jawa merupakan
suku yang memiliki berbagai kebudayaan, mulai dari adat istiadat sehari-hari, kesenian,
acara ritual, dan lain-lain. Pada era globalisasi saat ini, eksistensi atau keberadaan
kesenian budaya jawa berada pada titik yang rendah dan mengalami berbagai tantangan
dan tekanan-tekanan baik dari pengaruh luar maupun dari dalam. Perubahan budaya
yang terjadi di dalam masyarakat tradisional, yakni perubahan dari masyarakat tertutup
menjadi masyarakat yang lebih terbuka merupakan salah satu dampak dari adanya globalisasi.
Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi
dan sarana transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap
bangsa. Peristiwa seperti itu mau tidak mau akan berpengaruh terhadap keberadaan
kesenian dan tradisi kita. Padahal tradisi dan kesenian tradisional kita merupakan
bagian dari khasanah kebudayaan nasional yang perlu dijaga kelestariannya. Dengan
datangnya perubahan sosial yang hadir sebagai akibat proses industrialisasi dan
sistem ekonomi pasar, dan globalisasi informasi, maka kesenian kita pun mulai bergeser
ke arah kesenian yang berdimensi komersial. Kesenian-kesenian yang bersifat ritual
mulai tersingkir dan kehilangan fungsinya. Sekalipun demikian, bukan berarti semua
kesenian tradisional kita lenyap begitu saja. Ada berbagai kesenian yang masih menunjukkan
eksistensinya, bahkan secara kreatif terus berkembang tanpa harus tertindas proses
modernisasi. Pesatnya laju teknologi informasi atau teknologi komunikasi telah menjadi
sarana difusi budaya yang ampuh, sekaligus juga alternatif pilihan hiburan yang
lebih beragam bagi masyarakat luas. Akibatnya masyarakat tidak tertarik lagi menikmati
berbagai seni pertunjukan tradisional yang sebelumnya akrab dengan kehidupan mereka.
Bisa jadi fenomena demikian tidak hanya dialami oleh kesenian Jawa tradisional,
melainkan juga dalam berbagai ekspresi kesenian tradisional di berbagai tempat di
Indonesia. Sekalipun demikian bukan berarti semua kesenian tradisional mati begitu
saja dengan merebaknya globalisasi. Di sisi lain, ada beberapa seni pertunjukan
yang tetap eksis tetapi telah mengalami perubahan fungsi. Ada pula kesenian yang
mampu beradaptasi dan mentransformasikan diri dengan teknologi komunikasi yang telah
menyatu dengan kehidupan masyarakat.
Beberapa kesenian dan tradisi
yang masih terpelihara oleh masyarakat Jawa
》kesenian Batik
Batik
telah lama hadir di Nusantara sejak dulu kala. Disadari atau tidak, tradisi ini
telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam setiap denyut kehidupan manusia
Indonesia. Sejak lahir kalau ada yang berasal dari Jawa sudah dikainkan oleh batik,
juga selama hidup dan berkarya, hingga meninggalkan alam dunia yang fana.Batik adalah
sebuah tradisi melukis di atas kain asli Indonesia. Kain-kain yang digambar dengan
aneka motif unik dan khas itu kemudian dikreasikan dalam berbagai rupa dan fungsi,serta
digunakan oleh masyarakat. Motif yang muncul pada kain tersebut dibuat dengan cara
dilukis dengan menggunakan canting dengan teknik pewarnaan yang menggunakan bahan
alami. Keberadaan batik di Indonesia memiliki kisah yang panjang. Tradisi batik
diperkirakan muncul di Nusantara, khususnya Jawa, pada masa kerajaan Majapahit atau
abad ke-12. Hal itu ditandai dengan ditemukannya arca Prajnaparamita (Dewi Kebijaksanaan)
di Jawa Timur abad ke-13. Pada arca tersebut digambarkan bahwa Sang Dewi mengenakan
kain yang dihiasi dengan motif sulur tumbuhan dan bunga, motif yang masih dijumpai
hingga sekarang.
》Tradisi malam 1 suro
pergantian
tahun baru Jawa yang jatuh tiap malam 1 Suro (1 Muharram) yang disambut dengan berbagai
ritual sebagai bentuk introspeksi diri. Saat malam 1 Suro tiba, masyarakat Jawa
umumnya melakukan ritual tirakatan, lek-lekan (tidak tidur semalam suntuk), dan
tuguran (perenungan diri sambil berdoa). Bahkan sebagian orang memilih menyepi untuk
bersemedi di tempat sakaral seperti puncak gunung, tepi laut, pohon besar, atau
di makam keramat. Ritual 1 Suro telah dikenal masyarakat Jawa sejak masa pemerintahan
Sultan Agung (1613-1645 Masehi). Saat itu masyarakat Jawa masih mengikuti sistem
penanggalan Tahun Saka yang diwarisi dari tradisi Hindu. Sementara itu umat Islam
pada masa Sultan Agung menggunakan sistem kalender Hijriah. Sebagai upaya memperluas
ajaran Islam di tanah Jawa, kemudian Sultan Agung memadukan antara tradisi Jawa
dan Islam dengan menetapkan 1 Muharram sebagai tahun baru Jawa. Bagi masyarakat
Jawa, bulan Suro sebagai awal tahun Jawa juga dianggap sebagai bulan yang sakral
atau suci, bulan yang tepat untuk melakukan renungan, tafakur, dan introspeksi untuk
mendekatkan dengan Yang Maha Kuasa. Cara yang biasa digunakan masyarakat Jawa untuk
berinstrospeksi adalah dengan lelaku, yaitu mengendalikan hawa nafsu.
》Tradisi Nyadran
tradisi
nyadran sudah dilakukan secara turun temurun. Biasanya dilangsungkan pada bulan
sebelum Ramadhan. Tradisi ini, katanya, juga sebagai ungkapan syukur atas berkah
yang diberikan oleh Tuhan YME. Menurut sejarah, Nyadran atau Sadranan berasal dari
kata Sodrun yang artinya gila/tidak waras. Pada masa sebelum datangnya Walisongo,
masyarakat di Pulau Jawa banyak yang masih menyembah pohon, batu bahkan binatang,
dan itu dianggap tidak waras. Ketika itu mereka menyembah sambil membawa sesaji
berupa makanan dan membaca matra-mantra. Kemudian datang para Walisongo yang meluruskan
bahwa ajaran mereka salah, yang wajib disembah hanya Allah SWT. Mantra-mantra yang
baca lantas diganti dengan doa-doa menurut ajaran Islam. Sedangkan sesaji diganti
berupa makanan yang bisa dimakan oleh masyarakat. Bisa dikatakan Nyadran merupakan
dakwah Islam Walisongo tanpa meninggalkan budaya lokal, di dalam Islam sendiri tidak
ada tuntunannya, hanya tradisi yang sebaiknya dijadikan ajang instropeksi diri dan
silaturahmi.
Beberapa kesenian dan tradisi yang mulai
tersingkir akibat globalisasi
》Tradisi
Upacara Pernikahan Jawa
Upacara pernikahan dalam adat Jawa memiliki
banyak keragaman. Selain dengan tata cara Yogyakarta dan Solo yang paling
terkenal, di Banyumas, Jawa Tengah, ada satu tradisi dalam pesta pernikahan
yang hampir punah yaitu Begalan. Dalam arti Banyumasan, Begalan adalah seni
tutur tradisional yang digunakan sebagai sarana upacara pernikahan. Sementara
dalam bahasa Indonesia, istilah begalan berarti perampokan. Sehingga, dalam
penggambaran ceritanya, begalan merupakan upaya untuk merampas barang bawaan
milik calon pengantin laki-laki. Dalam adat Jawa, calon pengantin laki-laki
memang diharuskan membawa barang bawaan berupa peralatan rumah tangga yang
disebut 'gawan'. Gawan inilah yang dirampas oleh perampok dalam perjalanan.
Tradisi yang digelar sebelum acara pokok
penanaman pengantin ini dimulai dengan berjalannya calon pengantin laki-laki ke
rumah calon pengantin perempuan. Di tengah jalan, dihadang oleh begal atau
rampok dan meminta seluruh barang bawaannya. Tetapi, sang pembawa barang tidak
bersedia karena barang-barang itu akan digunakan untuk modal hidup rumah tangga
baru. Sang pembawa menjelaskan kepada perampok barang-barang apa saja yang
dibawa. Sambil diselingi humor Banyumasan, sang pembawa menjelaskan juga makna
yang terkandung dalam tiap barang bawaan. Misalnya gayung diartikan agar sang
calon istri bisa menampung dan berhemat atau kipas yang berarti alat untuk
menciptakan suasana sejuk dalam rumah tangga yaitu kesabaran. Usai menjelaskan
kepada perampok, sang pembawa kemudian memukul kendi berisi uang recehan hingga
pecah. Uang dan barang bawaan yang itu akhirnya menjadi rebutan pengunjung. Mereka
meyakini, kalau barang hasil rebutan itu bisa mendatangkan berkah bagi yang
mendapatkannya. Menurut seniman Banyumasan Klowor Hari Suwito, saat ini, tidak
semua upacara pernikahan memunculkan tradisi Begalan. Padahal tradisi ini
memiliki sisi positif yaitu makna yang terkandung di dalamnya.
》Tradisi
Mitoni dan Tedhak Siten
Mitoni dan Tedhak Siten, kata
Hudoko merupakan salah satu budaya Jawa peninggalan leluhur yang selalu dilakukan
oleh masyarakat. Namun seiring berkembangnya zaman kedua tradisi upacara adat ini
sudah mulai ditinggalkan, bahkan masyarakat jarang melakukan upacara itu untuk kehidupan
sehari-hari. Tedhak Siten berasal dari dua kata Jawa yakni Tedhak yang bermakna
menampakkan kaki. Kemudian Siten dari asal kata siti yang berarti tanah atau bumi.
Sehingga Tedhak Siten ini memiliki arti ritual Jawa bagi anak yang belum pernah
menampakkan kakinya di tanah. "Upacara adat ini dilakukan dengan membimbing
anak menapaki jadah 7 warna kemudian dibimbing untuk menaiki tangga yang terbuat
dari tebu wulung dan berdiri di atas pasir." Selanjutnya, anak dimasukkan ke
kurungan (sangkar), di mana sangkar itu di dalamnya sudah terdapat bermacam- macam
barang (tiruan) dari alat-alat tulis, alat musik, alat kedokteran dan lainnya. Kemudian
anak mengambil salah satu barang yang telah disediakan. "Harapannya adalah
barang yang diambil anak ini sebagai wujud gambaran apa yang diminati anak di kemudian
hari. dan semua itu juga tak lepas dari doa dan restu kedua orangtuanya," ucapnya.
Dalam upacara ini ada tujuh uborampe (perlengkapan) yang harus disediakan. Yakni
jadah, tangga tebu wulung, menginjak tanah, jenang blowok, mandi dengan air setaman,
kurungan (sangkar) beserta isinya, dan udik-udik. "Kegiatan ini merupakan salah
satu wujud pelestarian kebudayaan Jawa.
》Tradisi
wiwitan
Tradisi yang sudah mulai langka
dilakukan oleh Masyarakat jawa ini, disebut tradisi wiwitan atau dalam bahasa Indonesianya
berarti memulai. Tradisi ini dilakukan sebagai awal dimulainya panen raya tanaman
padi. Ritual wiwitan sendiri dimulai dengan menyiapkan berbagai sesaji, berupa makanan
tradisional ke areal perswahan. Dipimpin oleh seorang tokoh adat setempat, para
petani kemudian berdoa dengan khusuk untuk memulai tradisi wiwitan. Dalam tradisi
ini, tanaman padi yang sudah layak dipanen kemudian dipotong untuk selanjutnya disimpan,
dan sebagian untuk dijadikan benih pada masa tanam yang akan datang. Tradisi wiwitan
merupakan wujud ungkapkan syukur kepada Sang Pencipta, yang telah memberikan hasil
tanam yang melimpah. Untuk memeriahkan tradisi, warga Kampung Puluhan juga menggelar
kesenian gejog lesung, dengan tembang-tembang Jawa yang berisi tentang kemakmuran
para petani. Setelah ritual wiwitan selesai, aneka sesaji yang terdiri dari berbagi
makanan tradisional ini dibagikan kepada warga yang datang untuk dimakan secara
bersama-sama. Disamping sebagi wujud syukur, tradisi wiwitan ini digelar sebagai
bentuk untuk melestarikan ritual budaya yang hampir
punah di kalangan petani Jawa.
》Kesenian
Kentrung
Kesenian kentrung merupakan seni
bertutur lisan dengan iringan rebana tanpa kecak. Dalam tradisi klasik, dalang kentrung
memainkan tiga rebana sembari menuturkan kisah- kisah sejarah atau syiar Islam.
Di Kudus, kentrung menggunakan media wayang golek dan secara kontemporer dipadukan
dengan sinden, rebab, dan kendang. Selama ini, kedua dalang tersebut kesulitan mencari
penerusnya. Maskuri mengaku kesulitan menyiapkan generasi dalang kentrung. Sejauh
ini, yang dapat dilakukan agar kentrung tetap bertahan adalah memadukan antara kesenian
kentrung dan sinden, kendang, dan rebab. Kesenian kentrung sudah mulai punah karena
kesenian ini sulit untuk dipelajari. Kentrung sulit dipelajari karena penyampaian
ceritanya sudah mempunyai pakem atau patokan
khusus. Selain itu, cerita yang dituturkan menggunakan perpaduan bahasa Jawa Madya,
Sansekerta, dan Arab. Jika menggunakan media wayang golek, dalang harus bisa beraneka
ragam suara.
》kesenian
Wayang krucil dan thebgul
Wayang krucil dan thengul bahan
bakunya dari kayu yang dibuat mirip boneka. Besarnya hampir sama dengan wayang kulit.
Tetapi, wayang ini berbeda dalam penyampaian isi dan pesannya. Jika wayang kulit
lebih menceriterakan soal sejarah Ramayana dan Mahabharata. Sedangkan wayang krucil
dan thengul, diambil dari legenda rakyat yang biasanya mengangkat cerita dari Jawa
Timur dan Jawa Tengah. Misalnya, di Kerajaan Majapahit, Mataram hingga kerajaan
Demak. Wayang ini, biasanya dimainkan jika ada pelbagai acara. Seperti acara sunatan,
sedekah desa, ruwatan, atau memeriahkan hari - hari besar di Jawa. Namun kesenian
wayang krucil dan thebgul mulai punah karena sudah tidak ada lagi pengerajin yang
membuat dan memainkan kesenian ini.
》Kesenian
ketoprak
Ketoprak atau jenis pertunjukan
kesenian drama tradisional Jawa adalah salah satu kesenian khas Indonesia yang mudah
ditemui di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pertunjukan ketoprak merupakan jenis pertunjukan
lakon yang menampilkan banyak adegan lucu yang mengundang gelak tawa. Kesenian ini
merupakan jenis kesenian dimana dalam pementasannya tidak terikat pakem - pakem
yang tidak boleh dirubah, sehingga para lakon bisa dengan mudah berekspresi sesuai
kemampuan mereka. Ketoprak merupakan salah satu kesenian yang memasyarakat bagi
masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hampir semua
lapisan masyarakat bisa menikmati pertunjukan ini dengan mudah karena hampir setiap
acara di beberapa daerah selalu menampilkan pertunjukan Ketoprak. Namun kini seiring
cepatnya arus modernisasi, kesenian tradisional itu semakin ditinggalkan, khususnya
kaum muda masa kini. Bahkan setiap kali ditemui, para pemeran pertunjukannya adalah
golongan generasi angkatan 70 an yang sudah tidak berusia muda. Banyak pertunjukan
lain yang lebih menarik menurut mereka, sehingga tidak ada rasa kecintaan dan apresiasi
pada kebudayaan dan kesenian tradisional.
Kesimpulan
Suku jawa yang berada di daerah
pulau Jawa merupakan suku yang memiliki berbagai kebudayaan, mulai dari adat istiadat
sehari-hari, kesenian, acara ritual, dan lain-lain. Semua itu membuktikan bahwa
suku jawa merupakan suku yang kaya akan budaya daerah. Namun pengaruh globalisasi
telah membuat beberapa kebudayaan jawa mengalami perubahan dan bahkan ada beberapa
kebudayaan yang sudah tersingkir akibat tidak adanya generasi penerus dari kebudayaan
tersebut. kebudayaan jawa selalu mengalami perubahan dalam setiap saat dan perubahan
ini tidak lepas dari peran masyarakat yang memegang kebudyaan tersebut. Sealin itu
adanya perubahan juga karena masuknya unsur-unsur budaya luar akibat dari globalisasi.
Globalisasi sangat besar efeknya terhadap perkembangan kebudayaan, baik kebudayaan
yang bersifat individu, kelompok dan masyarakat. Hal yang harus segera dilaksanakan
adalah membenahi kebudayaan jawa, mempertebal ketahanan diri dari tawaran-tawaran
yang tidak bermoral,karena bagaimanapun juga kita tidak bisa menghindari perkembangan
zaman oleh karena itu kita justru dituntut untuk berperan terhadap perubahan yang
akan terjadi, kemana suatu kebudayaan tersebut akan dibawa, bagaiman kebudayaan
akan dibenahi dan dijaga.
Daftar pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar